Pusat Studi Ilmu Kedokteran Universitas Gunadarma untuk pertama kalinya menyelenggarakan suatu kegiatan seminar, dengan tema Kemajuan Ilmu Kedokteran di Abad TIK. Seminar ini diselenggarakan pada 28 Mei 2016 bertempat di Auditorium Universitas Gunadarma kampus Simatupang. Seminar yang dibuka oleh Wakil Rektor IV Prof. Dr. Didin Mukodim ini merupakan bentuk nyata keseriusan Universitas Gunadarma yang akan membuka program studi Fakultas Kedokteran dalam waktu dekat ini. “Dalam kesempatan ini saya ingin meminta doa dan dukungan dari hadirin sekalian untuk Universitas Gunadarma yang akan membuka program studi kedokteran bersama tujuh program studi lainnya dalam waktu dekat ini”, ungkapnya dalam sambutan.
Pembicara pertama dalam seminar ini adalah Prof. Dr. dr. Budhi Setianto, Sp.JP(K), FIHA dari Rumah Sakit Jantung Nasional Harapan Kita, Jakarta, yang merupakan seorang dokter spesialis jantung dan pembuluh darah - kardiologi prevensi dan rehabilitasi kardiovaskular. Menurutnya kehadiran teknologi sangat membantu awak medis dalam melakukan berbagai tindakan dan analisa serta penelitian dalam ruang lingkup ilmu kedokteran. Ia menjelaskan bahwa kateter (selang kecil) yang sudah dikenal lama dan sudah banyak digunakan selama ini dalam pemasangan stent atau ring jantung merupakan salah satu teknologi yang bermanfaat dan efisien. Intervensi koroner perkutan atau Percutaneous Coronary Intervention (PCI) yang merupakan salah satu pengobatan pada penderita penyakit jantung coroner adalah memanfaatkan teknologi dari kateter tersebut. PCI menggunakan kateter dan melalui kateter dimasukkan berbagai alat untuk melakukan rekayasa plak yang menyebabkan penyempitan pembuluh darah agar terbuka dan normal kembali. Alat yang dipakai termasuk balon, stent, atau alat2 lain, seperti alat bor, alat pengerokan pembuluh darah, filter dan lain lain. Dibandingkan operasi bypass, keunggulan PCI adalah tidak diperlukannya persiapan khusus, tidak diperlukan pembiusan total, tidak diperlukan penggergajian rongga dada (sayatan hanya 1-2 mm), umumnya hanya perlu satu hari perawatan, tak menimbulkan rasa sakit, masa perawatan hanya sehari, tidak diperlukan tindakan rehabilitasi, penderita dapat langsung melakukan kegiatan.
Selanjutnya pembicara kedua adalah DR. dr. Jan Sudir Purba., MD, Ph.D yaitu seorang pakar syaraf sekaligus neuroendocrinologist dari Bagian Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Pria yang telah lama bekerja dan menata karirnya di negeri kincir angin ini memaparkan beragam penyakit yang disebabkan oleh sel saraf pada otak. Ia menyebutkan beberapa penyakit dimasa medatang dapat lebih cepat dideteksi dan ditangani serta diantisipasi dengan adanya kolaborasi dengan teknologi informasi. “Mendeteksi kelainan fungsi organ dalam tubuh membutuhkan “diagnose tools” baik berupa non-invasif seperti Anammese maupun invasive”, ungkap pria yang telah menulis puluhan buku dan jurnal kedokteran ini. Ia juga berharap nantinya Universitas Gunadarma dapat membangun sebuah brain bank atau bank otak untuk pertama dan satu-satunya di Indonesia guna keperluan penelitian dan pembelajaran.
Selanjutnya pembicara terakhir ialah dr. Daeng M. Faqih, SH, MH selaku Ketua Umum terpilih PB IDI periode 2018-2021. Mantan Sekjen PB IDI ini menuturkan bahwa teknologi merupakan suatu alat bantu bagi para dokter untuk meningkatkan pelayanan dan mutu. Kolaborasi antara institusi teknologi dengan bidang kedokteran saat ini merupakan suatu keharusan. “Untuk itu kita sangat mendukung atas keseriusan Universitas Gunadarma yang merupakan universitas terbaik berbasis teknologi untuk membuka program studi kedokteran kedepannya”, ungkap alumni Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang tersebut. Ia juga menambahkan bahwa hal ini merupakan juga suatu tantangan bagi Universitas Gunadarma mengkolaborasikan teknologi dengan dunia kedokteran. “Kita tunggu kemunculan teknologi atau suatu alat yang dapat membantu dunia kedokteran dari Universitas Gunadarma”, tutupnya. (FR)